Sore tadi..
Aku
melihatmu tertunduk disamping pusara, begitu lesu, sampai-sampai
kedatangankupun sepertinya kau tak sadar. Apa yang sedang kau pikirkan.? Tak
rindukah kau pada adikmu ini.? Ah ya, kau hanya tak sadar aku datang ke
tempatmu bukan.? Lama sekali kita tak saling berjumpa. Aku yakin tentu kau
rindu padaku, apa kabarmu mas.? Kemana saja kau selama ini, sampai-sampai
sekedar mampir ke rumah pun sekarang kau tak sempat. Pertanyaan-pertanyaan
sederhana itu sering kali muncul dalam benakku.
Aku
memperhatikanmu dari tempatku berdiri, melihat raut wajahmu yang tak pernah
berubah. Masih saja sama seperti dulu, ketika terakhir aku melihatmu, hanya
saja sedikit sendu.
Aku datang
mas, bersama seorang wanita yang sering kau panggil ibu. Seharian ini dia tak
henti-hentinya mengingatkanku "Mas mu belum di tengok, besok sudah
puasa", begitu katanya. Rasa-rasanya hampir kesal aku dibuatnya. Ah,
tapi tak apa, sepertinya dia rindu sekali dengan mu mas.
Tepat jam
15:00 aku izin pulang kerja lebih awal, sebelum ke rumah menjemput ibu, aku
mampir ke toko membeli bunga dan juga air mawar. Kau tahu mas, si penjual bunga
itu seorang wanita paruh baya. Dia bertanya kepadaku "Mau nyekar ke makam
siapa dek.?", ku lempar senyum manis sambil kujawab pertanyaan nya "Kakak
saya bu..!!"
Wanita penjual bunga itu begitu ramah dan tatapan matanya seolah dia mengenal siapa orang yang kumaksut, "ini bunga dan kembaliannya dek, jangan buat dia menunggu..!!"
Andaikan kau
masih ada, mungkin bukan bunga dan air mawar yang ku beli hari ini mas. Tapi,
buah semangka besar yang sering kita minta pada ibu untuk dibelikan jika beliau
pergi ke pasar dulu. Kau ingat, dulu kita biasa makan satu buah semangka di
belah sama rata, dan hanya kita berdua saja yang menghabiskan. Masing-masing
dari kita mendapatkan satu bagian, yaa.. hanya kita, menghabiskan nya begitu
lahap menggunakan sendok tanpa di potong-potong lagi.
Setibanya di
tempatmu, ku parkir kendaraanku, kemudian berjalan kearahmu. Ingin sekali
rasanya kuteriaki namamu, dan memelukmu seperti dulu. Kau selalu menggendongku
ketika aku menangis dimarahi karena kenakalanku sendiri. Bahkan terkadang kau rela dimarahi karena selalu
membela dan mencoba menutupi kenakalan ku.
Ku
perhatikan wajah ibu begitu antusias ketika semakin dekat langkah kaki menuju
pusaramu. Dan tentu saja, akupun kembali melihat senyummu ketika kau mendengar
langkah kaki kami, senyummu menyambut kami. Senyum yang sangat ku kenal, yang
dulu sering kau berikan padaku.
Kau
mempersilahkan kami, duduk disamping pusara bertuliskan namamu. Kami kah yang
kau tunggu-tunggu sejak tadi mas.? Atau mungkin sejak kemarin.? Aku menyadari,
apa yang kau perhatikan selama tertunduk tadi, rupanya hanya pusaramu yang
belum bertabur bunga.
Maafkan
adikmu ini mas, sudah buatmu merasa seperti ini.
Lihat..
Pusaramu
sekarang sudah bersih, kucabuti rerumputan dengan tanganku sendiri, sudah indah
berhias bunga, juga kutabur dengan tanganku sendiri.
Ibu menatap
nama mu lekat, yang tertulis diatas pusara mu yang kini indah bertabur bunga.
Kalimat yang mengalir dari bibirnya buatku terharu, beliau selalu berbicara
seolah kau berada di hadapannya.
"Mas,
maaf ndak bisa lama, sudah sore, main-mainlah ke rumah, kalau lapar makanlah
seadanya makanan di rumah, umi pulang dulu ya..!!"
Kau dengar
itu mas.?
Jangan
pernah lagi tertunduk sedih mas, meski sekarang kita berada di dunia yang
berbeda, tapi rasa sayank kami untukmu sampai hari ini tak pernah ada
beda.........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar